Jumat, 19 September 2008

Belajar Bahasa Jepang Yuk!!! 2

Mari kita lanjutkan belajar Nihon Go nya. Pada waktu yang lalu kita sudah belajar 3 pola kalimat sederhana, yaitu

  • Kalimat positif berpola Subyek wa noun desu. Contoh Watashi wa Nindi desu. Watashi wa gakusei desu.
  • Kalimat negatif berpola Subyek wa noun ja arimasen. Contoh Watashi wa Nindi ja arimasen. (Saya bukan Nindi)
  • Kalimat tanya, polanya Subyek wa noun desu ka? Ingat bahwa ka ditambahkan pada saat kita ingin membuat kalimat tanya. Contoh Anata wa Nindi san desu ka? (Apakah anda saudara Nindi?)
Sekarang mari dilanjut pada pelajaran lain, Noun mo dan Noun 1 no Noun 2, dan penggunaan kore, sore, dan are. Perhatikan contoh berikut!

Noun 1 mo ....
Bayu : Watashi wa Indonesia kara kimashita. (Saya berasal dari Indonesia)
Ari : Watashi mo Indonesia kara kimashita (Saya juga berasal dari indonesia)

Dari contoh tersebut jelas bahwa penggunaan mo jika topik yang ingin dibicarakan sama dengan topik pembicara sebelumnya. Coba latihanlah membuat kalimat yang lain.

Noun 1 no Noun 2.
Perhatikan beberapa contoh berikut!Nihon no kuruma (mobil Jepang), SMP 2 Purwokerto no gakusei (siswa SMP 2 Purwokerto). Dari dua contoh itu jelas bahwa no berfungsi sebagai penghubung (konektor) dua kata benda yang dijadikan satu. Kata benda yang didepan memperjelas kata benda yang di belakang.
Contoh :Watashi no gakkou wa SMA MUHI desu. Rizal san wa SMA 2 no sensei desu.

Kore (ini), sore (sore), are (disana)
Ini adalah kata-kata untuk menunjukkan sesuatu kepada lawan bicara. Perhatikan gambar dan kalimatnya.
  • Kore digunakan oleh pembicara 1 (yang dekat dengan bendanya, atau mungkin bendanya dipegang). Pada saat menjawab pertanyaan dari orang ke 1 ini, jawabannya menggunakan sore wa... karena bendanya jauh dari pembicara ke 2. Lihat gambar. Orang yang sedang pegang kertas ngomong sama temannya yang pegang tongkat : Kore wa tegami desu. (ini adalah surat).
  • Sore digunakan oleh orang 1 jika bendanya jauh dari dia tapi dekat dengan pembicara 2 (dipegang atau ditunjuk). Bertanya, orang 1 menggunakan sore wa ... sementara orang ke 2 menggunakan kore wa .... Pada gambar itu, jika si pemegang tongkat ingin tahu yang dipegang temannya apa, maka tanya nya : Sore wa nan desu ka? Si pemegang surat njawab : Kore wa tegami desu.
  • Are digunakan jika benda terletak jauh dari kedua orang itu. Maka kedua orang itu menggunakan are pada saat keduanya bertanya atau menjawab. Contoh, liat gambar! Siswa bertanya : Sensei, are wa nan desu ka? Si guru menjawab : Are wa e (gambar) desu.

Kosa kata yang harus dihafal :

  • ... jin (baca : jing) : orang ... . Dengan menambah jin setelah negara menunjukkan orang dari negara ....
  • Amerika jin : orang Amerika
  • Chugoku jin : orang China
  • Kankoku : Korea
  • Maresia : Malaysia
  • Igirisu : Inggris. Khusus untuk negara ini digunakan Ei jin (orang Inggris)
  • Doitsu : Jerman
  • Itaria : Italia
  • ... go : Bahasa ...
  • Nihon go : Bahasa Jepang
  • Ei go : Bahasa Inggris
  • Indonesia go : Bahasa Indonesia
  • Negara lain rata-rata sama dengan nama negaranya.
  • Daigaku : Universitas
  • Byooin : Rumah sakit
  • Isha : Dokter
  • Ginkoo : Bank
  • Ginkooin : Pegawai bank
  • Kaisha : Perusahaan.
  • Kaishain : Pegawai perusahaan.
Coba buat kalimat banyak-banyak dengan kata-kata di atas. Berlatih adalah kunci untuk menghafal kata dengan mudah.

Read More..

Rabu, 03 September 2008

Sekolah di Indonesia saja!! Pasti Hebat!!

Si dokter Yuris yang baru pulang dari Indonesia itu mengumpat-umpat. Betapa tidak, anak TK, anak saudaranya yang baru berumur 5 tahun (kana?) masak harus masuk les Bahasa Inggris. Harus bisa nulis table atau kata-kata bahasa orang bule lain dengan benar. Ya, sekarang ini, begitu susah menjadi siswa, bahkan sejak TK. Waktu bermain mereka terkekang oleh tumpukan tugas yang harus dipelajari. Akhirnya umpatan itupun menjadi bahan diskusi kami semua, ada apa dengan pendidikan di Indonesia.

Ketika anak-anak TK dan SD di Jepang sini merasakan betapa enaknya menjadi anak karena dunia mereka adalah dunia bermain dan belajar anak Indonesia justru merasakan ketidaknyamanan saat harus masuk sekolah esok hari. Wajar jikalau kita liat sekolah disini, memiliki halaman yang luas, fasilitas bermain yang bisa digunakan kapan saja, dan yang jelas pendekatan belajar yang lebih manusiawi bagi anak. Saya tidak akan melihat jauh yang lain karena memang saya hanya tahu mata pelajaran IPS, maka mari sedikit kita liat apa perbedaannya.

Sebelum berangkat ke sini, saya kost di sebuah rumah, dan si induk semang memiliki cucu kelas 1 SD. Jikalau ada PR maka diapun selalu bertanya. Disatu hari ia menunjukkan banyak PR dari sekolah, saya membaca sepintas. Betapa terkejutnya saya melihat anak kelas 1 SD ditanya "apa yang dimaksud barter?" sebuah pertanyaan konsep yang tentu sangat sulit bagi anak seusia itu. Apa mereka bisa (????) saya pikir, wong membaca saja masih belum lancar. Bila melacak lebih jauh, sungguh anak-anak Indonesia memang dipaksa pintar lebih awal. Kelas 3 ia harus belajar tentang lingkungan alam dan buatan, jenis uang, fungsi uang, bentuk kerjasama, dan sebagainya dengan pertanyaan yang lebih banyak konsep, misalnya "apa yang dimaksud dengan lingkungan?". Anak kelas 4 Sd sudah harus belajar tentang peta, membuat peta, hubungan kondisi fisik dan keragaman sosial, menjelaskan pengertian, azaz, dan tujuan koperasi, dan seterusnya, demikian seterusnya. Saya yakin ulangan merekapun berkutat pada konsep.

Mari kita liat sebagai pembanding di Jepang sini kalau kita liat bukunya, penjelasannya begitu sederhana dengan bahasa anak, tanpa menjelaskan konsep, namun ingin menanamkan konsep. Sebagai contoh saja, anak belajar tentang konsep sejarah, kelas IV SD, mereka hanya disuruh melihat perbedaan kehidupan manusia 100 tahun yang lalu, 30 tahun yang lalu, dan sekarang, dan jawabannya tidak begitu membutuhkan pemikiran yang panjang. Dengan meliat foto misalnya, oh dulu mobilnya seperti itu, sekarang seperti ini, oh dulu lampu di depan rumah seperti itu, sekarang seperti ini, dulu masak pakai kayu, sekarang pakai listrik, dan sebagainya. IPS pada anak SD lebih menekankan pada pelajaran bagaimana mereka hidup di lingkungan sosialnya. Bagaimana mereka mengenali lingkungannya, menanam bunga, dan lain-lain namun tidak ada sedikitpun pertanyaan apa yang dimaksud dengan lingkungan? Mereka belajar bagaimana barang bisa sampai di supermarket, barang apa saja yang dijual, bagaimana cara menatanya. Mereka belajar apa yang dilakukan orang-orang di toko, agar mereka menghargainya. Mereka belajar bagaimana menyeberang jalan, memahami tugas pak polisi, bagaimana membuang sampah, sehingga tumbuh kesadaran pada diri mereka. Jangan heran kalau anak kecil saja sabar ikut antri, tahu aturan, mau nyebrang harus mengangkat tangan kanan, dan sebagainya. Kemandirian yang begitu dini sudah ditanamkan.

Itu hanya sebuah potret kecil beban belajar anak Indonesia yang begitu berat. Cobalah anda liat, pelajaran anak SMP sudah seperti anak S1. Pelajaran anak SMA sudah seperti anak S2. Tidak heran, anak Indonesia jadi pinter-pinter (mungkin??), tapi tidak punya jiwa kemandirian dan kematangan sosial. Tidak ada rasa menghormati sesama, mudah marah hanya karena urusan sepele, dan ....(liat saja lanjutannya di SCTV)

Dari situlah,akhirnya semua berakhir dengan menggerutu. Mengapa? Tidak seorangpun punya kekuasaan untuk merubahnya. Semua berkutat pada sebuah fakta. Saya sendiri sebagai seorang gurupun hanya mampu menunduk malu, melihat pelanggan didepan saya itu sangat tidak puas dengan service teman guruku di sana, tentu termasuk didalamnya servis saya.
Bagi saya sendiri, kuharap ada sedikit celah untuk itu, minimal di kelas saya sendiri, akan kumanusiakan mereka agar merekapun bisa memanusiakan manusia lain. Ah... tugas berat menanti!

Read More..